Jumat, 24 Juli 2009

"??"

"Aku? Aku tidak ada niat mencapai apa pun. Untuk apa?
yang ada padaku sekarang hanyalah ketakutan yang selalu memburu dan keinginan untuk tertidur hingga akhir zaman.

Ha... ha... !!!
Tapi aku tahu tidak mungkin bisa untuk berbuat demikian.
contohnya sekarang, waktu baru berjalan delapan jam dari pukul 6 pagi aku sudah terjaga dan setelah terjaga kembali langsung disuguhi dengan pertanyaan
Apa yang akan aku capai? Apa? dan apa gunanya?
sembari mempersiapkan diri untuk menuju kampus (Tempat Menimba ilmu) teman-temanku sering menyebutnya, termasuk aku.

Seperti hari-hari biasa menunggu Bus kota adalah rutinitas yang bagiku sangat di sesali, menggumpalnya asap dan debu bercampur dengan udara yang sudah tidak bisa di nikmati lagi pada pukul 03.00 WIB, bisingnya suara knalpot RONG-RONG aku sering menyebutnya lantaran suara yang dihasilkan sangat keras, sampai-sampai untuk menangkap pembicaraan yang keluar dari mulut teman saja sulit, dan satu lagi yang tidak pernah bisa aku lupa, terik matahari yang sebenarnya tidak terlalu mengganggu kalau saja pepohonan yang dahulu tumbuh dengan subur di tempat ini telah di tebas habis untuk alasan PEMBANGUNAN...

Selang lima belas menit aku menanti akhirnya datang bus kota yang ugal- ugalan, dengan kaca depan bertuliskan kata yang cukup norak MENCINTAIMU...
fenomena cinta yang dengan deras ditayangkan di media mungkin salah satu dampak dari penulisan kata MENCINTAIMU yang ada di depan kaca depan bus yang akan aku duduki sekarang,
peran media yang sangat membuat aku geram dengan tema yang itu-itu saja, seolah- olah di depan mata kita sudah tidak ada lagi yang perlu di bahas untuk hal layak ramai.

"LANJUT...." teriak sang kondektur setelah memastikan aku sudah benar-benar duduk, setelah duduk dengan mantap aku memerhatikan kondektur, yang aku lihat usianya kira-kira sebaya dengan adik sepupuku yang sekarang masih duduk di SLTP kelas 2, seharusnya di waktu sekarang anak-anak sebayanya sedang asik menikmati berkumpul dengan teman- temannya untuk bermain....

Tidak terasa sudah sepuluh menit aku memperhatikan sang kondektur kecil, setelah puas berfikir betapa tidak acuhnya pemerintah terhadap masalah yang seperti ini, aku sudah berada di depan kampus dengan sigap mengketok atap bus(tanda untuk meminta sopir berhenti).

Sesampai di kampus aku bertemu teman, memang sudah satu semester ini tidak mengikuti perkuliahan, kami pun langsung berbincang seadanya selayaknya teman yang sudah lama tidak bertemu sembari menunggu dosen yang kebetulan pada hari itu aku dan Deja (nama temanku) masuk kelas yang sama, tak lama ada dosen lain memberitahukan kalau dosen yang kami nanti tidak masuk pada hari ini, sontak kami tertawa dan berkata"alasan klasik". Dengan spontan Deja menawarkan untuk berpindah tempat setelah mengetahui dosen yang memang sering tidak masuk karena mengurusi bisnisnya. Siapa yang mau di salahkan toh memang uang sebagai prioritas ketimbang memberi materi untuk mahasiswa yang kita ketahui bersama uangnya tidak seberapa. Ternyata untuk membuat pengajar agar bisa bergairah dalam mengajarpun harus ada timbal balik yang setara(Uang).


Masih berceloteh bersama Deja sembari berjalan menuju tempat yang dianggapnya tempat paling santai di mana kita bisa mengutarakan pendapat secara bebas, kantin. Di sela perjalanan aku dan Deja tidak sengaja menyaksikan salah seorang mahasiswa yang sedang diadili oleh sang dosen dengan cara memberikan hukuman di depan kelas, kembali kami disajikan tontonan betapa sulit ketika aku mulai kembali harus memikirkan kata PENGAJAR-PELAJAR, PENGATUR- DIATUR yang pasti pada akhirnya akan menghasilkan kesenjangan, setelah puas memberi komentar dari kejadian tadi kami berdua sampai di kantin dan bertemu dua orang teman yang masing-masing bernama Anca dengan perawakan kaca mata tebal dan rambut sedikit acak-acakan, dan yang satunya bernama Vero yang perawakannya tidak jauh dengan Anca maklum orang-orang sering memanggil mereka dengan sebutan kutu buku.
Setelah berbincang cukup lama tentag perkuliahan, Anca salah seorang teman dari kami menyuguhi pertanyaan yang bagiku cukup serius ;

"Apa sebenarnya tujuan kalian hidup di jaman yang mereka sekarang anggap dengan MODERN toh yang sebenarnya penuh dengan ketidak puasan?"

Aku berharap mendapatkan nasib yang selalu mujur, jawab Vero dengan nada datar seolah menganggap semuanya wajar, mau menyalahkan siapa memang semua telah di bentuk demikian. Kalau aku ingin pergi mengelilingi dunia agar bisa dengan mudah melupakan semua keluhan di dalam negeriku, sembari menatapku dengan wajah yang penuh pertanyaan.

Kalau kamu Jon dengan nada penasaran Anca menanyaiku dengan pertanyaan tadi...

Aku...!!!
Aku... Bisa membebaskan diri dari segala kejemuan dan gangguan otak itu sudah suatu karunia besar buatku.
tapi lagi - lagi, kita di negeri ini di buat untuk tidak bisa tenang.

Jadi, apa yang bisa kau capai dengan memperjudikan nasib dan umurmu...???
tanya anca dengan nada yang menantang, agar mendapat jawaban yang bisa dia anggap bisa menenangkannya sejenak, untukku? tanyaku lagi...

Kebebasan yang lebih besar dari kebebasanmu. Kebebasan apa maksudmu?
tanya anca dengan sedikit bingung...
Kebebasan dari tindisan, tindisan? lagi dengan sedikit bingung!!!
ya, tindisan yang di paksakan. Tindisan terhadap suatu bangsa atau manusia yang tidak seharusnya ada untuk di tindis, engkau mengerti...???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar