Minggu, 28 Juni 2009

Rendah Hati

MASIH ada yang tahu arti dan makna dari rendah hati? dalam konteks kekinian yang serba kompetitif menjadikan dua kata tersebut kerap terlupakan bahkan nyaris hilang dalam perbendaharaan bahasa kita.

Rendah hati seperti barang yang tidak laku ketika banyak orang terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Pengendara mobil pribadi menghardik tidak mau kalah arogan dengan sopir angkutan kota yang berhenti di bahu jalan yang sedang menurunkan atau menunggu penumpang. Pengendara sepeda motor yang kepanasan dan bermuka tebal karena debu dan asap knalpot dengan gesitnya meliuk di sela mobil hingga naik ke trotoar milik pejalan kaki.

Demikian halnya ketika antre di terminal bus misalnya, rendah hati tidak ada dalam kamus istilah ketika pada jam sibuk ratusan orang berdesakan menunggu bus tiba. Semua orang menjadi terpaksa arogan menghalalkan prinsip siapa cepat ia dapat, siapa lambat ia tersingkir!

Seorang calon pembeli menggerutu dan melampiaskan kemarahan dengan mencaci penjaga toko yang dinilainya tidak mau melayani. Sementara penjaga toko itu ternyata digaji rendah dengan kewajiban lembur melayani ratusan orang dengan karakter yang berbeda-beda.

Pertengkaran selalu saja terjadi, antar teman, pacar, bahkan dengan pasangan hidup. Persoalan yang mendasar terungkap hanya disebabkan adanya perbedaan tiap individu. Tinggi hati sehingga dibuat tidak sadar bahwa tiap individu itu berbeda dan memiliki keistimewaan serta keunikan masing-masing. Maunya hanya diri sendiri yang penting, diutamakan, diistimewakan, dan dihormati.

Di lain tempat, orang-orang terlihat berkerumun ramai mengunjungi lalu membeli simbol-simbol prestisius yang dipajang di etalase pusat perbelanjaan. "Namanya juga metropolis, gaya hidup harus menyesuaikan," kata mereka secara sadar mengiyakan tuntutan pola hidupnya yang konsumtif.

Dalam bisnis modern, ibarat penjual obat di kaki lima, dengan high profile kita meyakinkan klien atau pembeli bahwa produk kita lebih baik dari yang lain, tidak peduli bahwa ada kekurangan.

Sama halnya di kancah politik. Betapa para politisi, pengamat, pemimpin, berlomba memperlihatkan arogansi. Pertikaian demi pertikaian dipertontonkan di depan publik merasa dirinya paling benar. Dengan sombongnya memandang orang lain sebagai lawan yang wajib direndahkan.

Saya bergumam sendiri, apakah dengan menulis catatan di atas berarti saya paling tahu arti dan makna rendah hati? apakah dengan menulis catatan di atas berarti saya arogan meluapkan isi hati yang melambung tinggi? Semoga bisa dipahami dan semoga saya salah.

Dalam ranah metro-kompetitif ini, tanpa bermaksud menggurui, saya atau kita hanya berharap kerendahan hati masih tetap dilakoni walau hanya segelintir orang. Atau paling tidak kita yakin, kerendahan hati masih banyak ditemui nun jauh di pelosok negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar